Halo 21

Setelah 21 tahun aku hadir di dunia. Apa 'aku' masih 'aku' yang aku kenal? Apa 'aku' masih 'aku' yang keluargaku kenal? Apa 'aku' masih 'aku' yang teman-teman kenal? Apa 'aku' masih 'aku' yang mereka tau?

Ketika kamu lahir, semua menyambut hadirmu dengan sukacita. Dipenuhi dengan pujian dan doa-doa yang baik untukmu kelak di masa depan. "Anak pintar", "Anak cantik", "Anak sholehah", "Anak baik" Semua sayang dan kamu pun sayangi balik.

Lalu hidup bergulir, hari demi hari. Bertumbuh. Rasakan ini. Melihat itu. Mengenal orang-orang baru. Pergi kesana. Lakukan ini itu banyak sekali. Kemudian masa-masa itu jadi memori. Hingga ternyata, dua dekade sudah aku hidup dan bernafas di bumi. 21 tahun tepatnya.


Sayang, bagaimana rasanya hidup? Apa aku masih mengenal diriku? Apa aku masih sama denganku tiga tahun yang lalu? Atau lima tahun yang lalu? Benar salah semua yang kulakukan. Aku mau tau tentang aku. Lagi.

Namaku Nurul Ulfa. Sebelumnya aku pernah dinamai Haifa Zahra. Namun sepertinya tidak cocok untukku karena aku sering sakit setelah itu. Hingga akhirnya mama temukan nama yang menarik hatinya di sebuah koran di sore hari itu. Tanpa harapan ataupun doa apa-apa pada nama tersebut. Kemudian itu jadi namaku hingga kini. Karena aku tak ingin nama itu tak berarti, aku pun mencari arti nama dan mendoakan diriku sendiri dengan hasil yang  kudapat dari sebuah buku arti nama yang sepupuku miliki. Nurul berasal dari 'nur' yang berarti cahaya. Ulfa yang berarti perempuan yang ramah, terbuka, ceria dan sopan. Namun entah kenapa ada frasa yang waktu itu pernah kudapati pada kata Ulfa yang berarti senyuman terhadap semua orang yang mengenalnya. Kalimat itu kemudian tertaut dan aku sukai. Semua hal yang baik, aku semogakan.

Beberapa waktu ini, rasanya hidupku tak berarti. 21 tahun hidup tak pernah aku merasa sekacau ini.  Aku bersalah. Rasanya seperti tak pantas lagi dikenal baik. Rasanya seperti lebur semua hal-hal baik yang selama ini kuusahakan. Aku bisa sejahat itu dimata orang lain. Dibenci. Tak disuka. Dihina. Lalu berpikir, apa sebenarnya memang aku ini jahat? Aku sebenarnya sedang melakukan apa? Hidupku memang tak sebahagia yang bisa aku tunjukkan, tapi aku tak pernah tega sengaja mengambil bahagia milik orang lain. Tetap saja bersalah. Yang selalu terngiang dipikiranku hanyalah kata perempuan jahat, jahat, jahat, jahat. Mengecewakan. Tak ada yang bisa dibanggakan. Bahkan untuk diriku sendiri. Semua kata-kata yang dilontarkan padaku seakan menusuk. Seakan doa dan harapan pada nama yang disematkan tak pantas ada pada diriku. Bahkan senyum saja terasa tak pantas aku sunggingkan. Memangnya aku boleh berbahagia setelah rusak semuanya? Hal ini memang pantas aku dapatkan.

Sedih rasanya ketika orang terdekatku kemudian jadi turut bersalah atas apa yang aku lakukan. Mereka selalu sayangiku. Sangat menyayangiku. Ada untukku. Memberiku nasihat tentang hal-hal baik. Aku pahami tapi seakan tak mendengar karena mereka tak tahu rasanya. Kini aku yang kalut karena mereka seakan menanggung malu karena tertaut padaku. Mereka bahkan tak bersalah.

Yang selalu aku sayang. Kakak-kakakku. Kedua orang tuaku. Sahabat dan teman-teman terdekatku. Semua yang pernah mengenalku dekat dan baik. Berbincang dan bertukar pikiran serta bercanda denganku. Juga Saga. Terima kasih telah menyayangiku. Sayang kalian cukup untukku bertahan. Mari kita amini semoga besok lebih banyak hal-hal baik yang terjadi di hidup kita semua.

Memang masih tanggal 1. Tapi aku rasa aku tak bisa tunggu hingga besok. Jadi, selamat 21, aku. Bertahanlah dan pilih lakukan hal-hal baik sampai nafas terakhir ya, Nu. Kalau kamu tak bisa sayangi dirimu sendiri, tak apa, biarkan mereka yang sayangimu.